
Sumber Gambar: Neurafarm
Saat ini mayoritas petani di Indonesia berusia di atas 45 tahun, tergolong dalam usia sangat tua untuk dapat menciptakan produktivitas kerja yang memadai, padahal kebutuhan akan produksi pangan terus meningkat setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik Jawa Barat pun mencatat pada hasil sensus pertanian 2013 mengalami penurunan sebesar 29,61% dibandingkan dengan hasil sensus pertanian 2003. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa ada masalah pada regenerasi petani. Petani berusia tua masih mendominasi dan tidak ada anak muda yang meneruskan profesi ini. Hal ini ditengarai terjadi karena anak muda “ogah” jadi petani. Mengapa hal tersebut terjadi? Mari kita simak bersama pembahasan mengapa regenerasi petani terhambat dan anak muda ogah jadi petani. Selamat membaca Sobat Tania!
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat menilai regenerasi petani di kawasan Jawa Barat sulit berkembang karena saat ini masyarakat berpandangan bahwa petani adalah profesi yang miskin dan merugikan. Ketua HKTI Jabar Jawa Barat Entang Sastraatmadja menjelaskan adanya fenomena tersebut menyebabkan regenerasi petani tidak berkembang. Entang menyebutkan bahwa petani yang tua kini justru melarang anaknya untuk bekerja di sektor pertanian, khususnya bekerja sebagai petani. Mereka justru ingin anaknya sukses menjadi pegawai negeri atau pengusaha.
Entang memaparkan faktor lain yang mempengaruhi regenerasi petani terhambat yakni banyak lulusan SMA yang kurang tertarik untuk melanjutkan studi ke bidang pertanian. Sehingga banyaknya calon mahasiswa yang masuk bidang pertanian ke beberapa perguruan tinggi cenderung menurun. Lulusan bidang pertanian pun banyak yang memilih menjadi pegawai bank atau pengusaha yang sama sekali tidak bekerja di sektor pertanian. Entang menjelaskan bahwa harus ada jaminan bahwa bekerja sebagai petani maka nilai dan kualitas kehidupannya akan lebih baik, tidak seperti sekarang. Jaminan ini salah satunya bisa berupa asuransi pertanian, di mana ketika terjadi bencana ekstrim, petani dijamin pemerintah tidak akan menderita kerugian.
Rendahnya minat anak muda pada pertanian tidak hanya disebabkan karena penghasilannya rendah. Terbatasnya akses terhadap lahan, membuat anak muda memilih pekerjaan lain ketimbang menjadi petani. Menurut peneliti Akatiga Fadhli Ilhami, mitosnya selama ini anak muda tidak tertarik bertani karena ketinggalan jaman, kotor, dan sebagainya. Tetapi sebenarnya, ada tantangan yang harus dihadapi anak muda untuk bertani. Kelompok muda ini terhambat mendapatkan akses lahan. Akses terhadap lahan pertanian biasanya didapatkan setelah menikah atau setelah orangtua meninggal dunia. Sebelum mendapat akses lahan, anak-anak muda biasanya bekerja di bidang lain dahulu, atau bagi yang berada di pedesaan mereka memilih pindah ke kota untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Agar Anak Muda Tertarik Menjadi Petani
Untuk mendorong agar anak muda menjadi petani, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan lahan pertanian yang bisa dipinjam dan digarap oleh para insan muda. Dalam hal ini, pemprov Jabar membuka lebar kesempatan bagi milenial untuk menjadi petani. Karena sasarannya terfokus pada kaum milenial, program ini disebut dengan program Petani Milenial. Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, program Petani Milenial ini akan dimulai pada Februari 2021. Tak hanya dipinjami lahan, nantinya hasil panen petani milenial akan dibeli langsung oleh pemerintah dan forum off takers. Syarat untuk mengikuti program ini yaitu harus menguasai teknologi digital baik dalam produksi maupun dalam penjualannya.
Ridwan Kamil memberikan contoh seorang petani milenial asal Kabupaten Bandung Barat, Wisnu Saepudin yang punya penghasilan 20 juta rupiah per bulan dengan bertani paprika di tanah 1.200 meter persegi. Menurutnya, menjadi petani milenial meski tinggal di desa, tapi bisa mendapat rezeki sekelas kota dan bisnisnya berpeluang mendunia.
Untuk mendorong agar anak muda dapat mengetahui cara budidaya tanaman yang tepat, kita bisa menggunakan mendukung Neurafarm melalui Aplikasi Dokter Tania. Dengan fitur ini anak muda akan semakin tertarik untuk berkecimpung dalam sektor pertanian dan regenerasi tidak akan terhambat. Dan Neurafarm merupakan startup smart farming yang berisi anak-anak muda penuh semangat yang ingin mengembangkan sektor pertanian melalui teknologi digital. Kami yakin bahwa langkah awal yang kami lakukan dengan menggabungkan pertanian dan teknologi digital akan menarik lebih banyak minat anak muda Indonesia untuk turut serta menggerakkan bidang pertanian dan pada akhirnya sektor pertanian akan lebih berkembang pesat dengan anak muda sebagai pengisinya.